*Dugaan Korupsi Rp.155 Miliar

Rahman Mantan Dirut SPRH Mangkir, Publik Pertanyakan Ketegasan Kejati Riau

PEKANBARU - merahputihterkini.com - TIGA kali mangkir, tiga kali pula publik dibuat geram.Rahman, mantan Direktur Utama PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (SPRH), tak pernah hadir memenuhi panggilan Kejaksaan Tinggi Riau terkait dugaan proyek fiktif senilai Rp155 miliar.

Seolah hukum di negeri ini bisa dinegosiasikan, aparat penegak hukum memilih diam tanpa sikap tegas.

Laporan Organisasi Masyarakat (Ormas) Pemuda Tri Karya (PETIR) ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, mengurai setidaknya enam proyek fiktif yang dikelola SPRH ketika Rahman menjabat.

Uang berasal dari Participating Interest (PI) Blok Rokan, bagian keuntungan daerah dari pengelolaan migas yang seharusnya menyejahterakan masyarakat Rokan Hilir. Namun, alih-alih masuk kas daerah atau menghasilkan aset nyata, dana tersebut menguap tanpa jejak.

Enam Proyek “Hantu”

PETIR menandai enam kegiatan sebagai fiktif :

1. Perkebunan kelapa sawit – Rp50 miliar, tak ada lahan yang terbukti ditanami.

2. Pengembangan RS Nurlima jadi RS tipe C – Rp30 miliar, tanpa jejak pembangunan.

3. Rice milling – Rp2 miliar, studi dan pelaksanaan tak jelas.

4. Company Yard – Rp33 miliar untuk membeli tanah milik Afrizal Sintong, lokasi tak ditemukan.

5. Akuisisi SPBU 14.284.602 (Duri–Dumai KM 19 Simpang Bangko) – Rp20 miliar, status kepemilikan tak terverifikasi.
6. Stasiun pengisian bahan bakar nelayan – Rp20 miliar, lokasi dan fasilitas tak ada.

Secara hukum, alasan untuk tidak menjemput paksa Rahman sudah tidak ada.

Pasal 112 ayat (2) KUHAP menyatakan jelas: saksi atau tersangka yang tidak hadir setelah dipanggil sah tanpa alasan patut dapat dijemput paksa.

“Seharusnya Kejati sudah sejak panggilan ketiga menggunakan kewenangan itu. Jika tidak, publik wajar menduga ada intervensi non-yuridis,” ujar Alhendri Tandjung, SH, MH, C.L.A., praktisi hukum di Riau.

Bahkan, pakar hukum pidana yang tidak mau disebutkan namanya menilai, kelambanan Kejati Riau bisa berpotensi masuk kategori obstruction of justice.

“Jika penegak hukum tahu ada perbuatan pidana, tahu ada kewenangan, tapi sengaja tidak bertindak, maka itu bentuk penghalangan keadilan,” katanya.

Dikonfirmasi Riau Satu melalui pesan WhatsApp, pada Senin, 11 Agustus 2025, Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, Akmal Abbas, SH, MH, tidak membalas pertanyaan yang dikirim sampai tulisan ini diposting.

Setali tiga uang, Kepala Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau, Zikrullah, SH, MH, pun tidak membalas pertanyaan sama yang dikirim melalui pesan WhatsApp pada Rabu, 13 Agustus 2025.

*Bayang-Bayang Politik

Rahman bukan nama kecil di Rokan Hilir. Ia dikenal dekat dengan sejumlah elite politik lokal, termasuk Afrizal Sintong, eks Bupati Rohil yang menunjuknya menjadi Dirut PT SPRH. Dalam berbagai proyek SPRH, jejak keduanya kerap bersinggungan. Afrizal sempat menjadi bagian dari lingkaran kebijakan di masa dana PI digelontorkan.

Pertanyaannya: apakah kedekatan politik ini yang membuat Kejati Riau enggan bersikap keras?Kecurigaan makin kuat ketika masyarakat melihat seleksi kasus serupa yang ditangani Kejati. Beberapa kasus kecil ditindak cepat, sementara perkara besar seperti SPRH justru menggantung.

*Menunggu Nyali Kejati

Kasus SPRH bukan sekadar soal uang daerah yang hilang. Ia adalah cermin bagaimana hukum bekerja di Riau. Bila Rahman bisa mangkir tiga kali tanpa konsekuensi, bagaimana nasib rakyat kecil yang tersandung perkara seratus ribu rupiah?

Penjemputan paksa Rahman bukan sekadar prosedur, tapi ujian nyali Kejati Riau. Apakah berani menegakkan hukum tanpa pandang bulu, atau justru tunduk pada kepentingan politik dan relasi kuasa? Publik kini menunggu. Setiap hari keterlambatan hanya menambah keraguan bahwa hukum di Riau masih bisa diperjualbelikan. 

*Ancang-ancang Banyak Proyek.

di Berita sebelumnya, Kabupaten Rokan Hilir merupakan salah satu daerah penghasil minyak dan gas (migas) yang ikut menerima dana participating interest (PI) 10 % dari PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) dengan jumlah hampir setengah triliun. Dengan jumlah dana participating interest (PI) yang besar ini diharapkan dapat menjadi pemasukan baru bagi pemerintah daerah yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan dan peningkatan perekonomian masyarakat. 

Direktur BUMD PT. SPRH, Rahman, SE di wawancarai wartawan beberapa waktu lalu menyampaikan bahwa pihaknya telah merancang sejumlah usaha bisnis. Rencana bisnis tersebut diantaranya, Penambahan SPBU, Mendirikan Pabrik Kelapa Sawit (PKS), Membuat Pabrik Minyak Goreng, Pembangunan jalan Tol dari dumai menuju Bagan Batu, Mendirikan Rasmiling, dan usaha SPBE serta rencana membuka anak perusahaan yang bergerak dibidang migas.

“Berkaitan dana PI  Rp. 488 miliyar itu sebenarnya punya BUMD tapi apabila BUMD itu untung BUMD itu wajib menyetor ke kasda atau deviden namanya, aturannya 55 persen dengan catatan harus diaudit dahulu, audit kantor akuntansi publik. setelah selesai di audit berapa disetor ke kasda dan berapa tinggal di BUMD, duit untuk BUMD itulah kita kembangkan jadi usaha baru, ‘ kata Rahman. 

Rahman menambahkan, Untuk rencana bisnis pihaknya sedang menyusun sejumlah rencana bisnis.

 “Membuat rencana bisnis itu ada aturan dan undang-undangnya tidak bisa kami buat begitu saja harus ada tenaga ahli dari universitas. karena di riau kami memakai universitas Riau, proses rencana bisnis, ” Sebut Direktur BUMD PT. SPRH. 

Dijelaskan Rahman, gambaran umum rencana bisnis yang sudah diajukan pihaknya kepada tenaga ahli yaitu penambahan SPBU bisa jadi empat unit. Membuat Pabrik Kelapa Sawit (PKS) , Pabrik Minyak Goreng,

“Bapak bupati lebih hebat lagi mau membuat jalan tol dari dumai tembus ke Bagan Batu. Alhamdulillah salut kita dengan pak bupati Afrizal Sintong.  Di zaman pak bupati Afrizal Sintong ini lah dana PI besar kita dapat. Kalau sebelumnya BUMD kita terus rugi, ” ujarnya. 

Rahman juga merencanakan bisnis lain yang ingin mereka buka seperti ingin membuka usaha swalayan di SPBU. menurutnya usaha swalayan bisa membuka lapangan pekerjaan dan peningkatan PAD.  Selain itu eks kantor DPRD juga ingin dijadikan pusat ngopi berkelas. 

” Dulu rencananya bekas kantor DPRD Rohil itu mau kita buat hotel, dibilang pak bupati tidak usah lagi karena bisa rugi, gedung itu dihibahkan saja tapi dikaji dahulu aturan hukumnya.Kemudian kita ada juga rencana pembuatan Racemiling, usaha ini supaya rokan hilir punya beras, padi kita banyak mengapa kita membeli beras dari luar, ” ungkapnya. 

Tidak hanya usaha itu, BUMD PT. SPRH juga berencana mendirikan pabrik minyak goreng dan usaha SPBE serta rencana ingin membuka anak perusahaan, anak perusahaan yang bergerak dibidang migas.

“Kita ada 400 sumur minyak tua. salah satunya bisa menghasilkan, itu merupakan ingkam yang besar. Andai kata diantara 400 sumur minyak itu kita dapat saja satu sumur yang berisi minyak tentu kita bisa kaya, kaya kita sumur minyak kita ada 400 yang nanti dikelola oleh anak perusahaan kita, dana bagi hasilnya masuk ke pemda jadi tidak ada lagi istilah tunda bayar lagi,  gaji bisa sesuai UMK, ” pungkasnya.(net)


[Ikuti Merahputihterkini.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar