Jaringan Indonesia satu Untuk Ganjar Mahfud MD

Yang Marah Elite Partai Bukan Rakyat

Akhlakkul Karim :Tokoh Transmigrasi, yang peduli terhadap petani saat di mintai pendapat, di media online merahputihterkini. Com

Merahputihterkini. Com.- Thomas KG, Alumni Jerman pendukung Ganjar.

YANG MARAH ELITE PARTAI, BUKAN RAKYAT - Sejauh yang saya amati, dari pinggiran ibukota - dari kacamata awam,  yang sedang marah marah dan ribut di negeri ini adalah para elite partai, dibantu kaum terpelajar yang kurang dari 8,5% dari populasi bangsa Indonesia. Para pemuja demokrasi dan konstitusi.

Sedangkan mayoritas rakyat, lebih dari 90%-nya,  adem ayem aja - sibuk dengan kegiatannya sendiri.

Celakanya, rakyat sedang diprovokasi dan dikompori oleh elite elite yang kecewa:  “Rakyat bisa marah, lho” - “mereka bisa turun ke jalan lho” -  ”kerusuhan 1998 bisa kejadian lagi, lho, ” begitu mereka memanasi lewat media. Utamanya channel-channel Youtube dari tokoh yang tak punya kerjaan, jabatan dan senewen tak ada posisi lagi. Geng kecewa juga. Menyalurkan kenegatifan.

Krisis ekonomi telah mendorong jatuhnya Sukarno (1966) dan Suharto (1998). Akibat kondisi ekonomi morat marit lah, rakyat turun ke jalan. Saat ini belum nampak tanda tanda itu.  

Tapi krisis bisa juga dengan provokasi, manuver  dan sabotase elit, hingga presiden jatuh. Seperti yang dialami Gus Dur (Juli 2001).

Sinyalemen intelejen bahwa negara asing mulai ambil bagian dengan menyebar isu diintegrasi -  adu domba - jelang Pemilihan Presiden 2024 - nampaknya, memang ada benarnya. Informasi itu sudah disampaikan ke parlemen dan wakil daerah di Senayan.

Ada upaya menjadikan Indonesia pecah dan rusuh dan kini tengah gencar dilakukan. Sponsor giat mendorong pemakzulkan Presiden Jokowi, sebelum Pilpres 2024, supaya kontrak karya - khususnya di kawasan tambang yang sudah dinasionalisasi -  kembali seperti awalnya. Ke zaman Orba. Agar Amerika Cs berkuasa lagi.

Kini para komprador (antek antek asing) memanfaatkan elite partai dan kaum terpelajar yang sedang marah marah dan dikecewakan. Merasa dikhianati dan dibohongi presidennya. Demokrasi terciderai.  Media mainstream ikut ambil bagian.

BAHWA Presiden Jokowi mengecewakan para elite partai, sudah jelas. Elite partai pengusungnya, PDIP,  sudah buka suara juga. Mereka merasa dikhianati dan ditinggalkan.  Partai oposan ikut mengompori- memanfaatkan suasana.

Tapi apakah Jokowi meninggalkan rakyat? Apakah rakyat juga sedang marah pada Presiden Jokowi? Rakyat yang mana yang marah pada Presiden Jokowi?

Di ibukota dan sekitarnya, juga di Jawa Barat, rakyat sedang sibuk menikmati LRT, MRT dan kereta cepat. Di Sumatera rakyat menikmati toll, di Kalimantan harapan cerah menanti ibukota baru, di Papua, infrastuktur nampak di mana mana.  

Kereta Cepat Jakarta - Bandung ‘Whoosh’ harus menambah jumlah keberangkatan menjadi 28 kali sehari dari 14 kali,  sebelumnya.  Proyek yang sempat disambut skeptis dan pesimistis oleh pengamat transportasi dan sebagian elite kini membalikkan keadaan.

Rakyat lah yang menggunakan KCJB (Kereta Cepat Jakarta Bandung)  bukan elite dan pengamat. Rakyat juga yang menilai kinerja presiden, bukan elite partai.

Saya menolak marah marah pada presiden yang oleh pembantunya digambarkan kerja pontang panting dari Subuh hingga tengah malam, hidup dan tampil bersahaja, tak pernah tenang di istananya, keling seantero negeri demi mendorong PDB dari USD 4500 menjadi USD 6500. Mempertahankan pertumbuhan ekonomi hingga 4,6%, saat negara lain bangkrut dan jadi pasien IMF. Berani melawan negara maju demi hilirisasi. Dan jadi fokus perhatian negara industri. Mengalahkan negeri tetangga.

Memperpanjang jabatan memang aib bagi demokrasi, tapi jika rakyat bisa diuntungkan dan disejahterakan, mengapa tidak? Bahkan di negara maju dan besar, ada pemimpin negara jabatan panjang.

Misalnya, Lee Kuan Yew yang mengubah kampung nelayan Singapura menjadi megapolitan global. Berkuasa lebih dari 31  tahun dari 1959 - 1990.  Ada Angela Markel, Kanselir Jerman perempuan pertama sekaligus pemimpin koalisi besar, berkuasa selama 16 tahun terus menerus - sejak November 2005 hingga Desember 2021. Ada Vladimir Putin yang menjabat perdana menteri pertama kali untuk periode 1999 dan presiden sejak tahun 2012 hingga sekarang.

sedangkan menurut ahlakul Karim masyarakat transmigrasi menyatakan sebagai berikut "MENGENANGKAN kembali saat Gus Dur (KH Abdurahman Wahid) dijatuhkan untuk alasan yang tidak jelas, nampaknya Presiden Jokowi juga diarahkan ke sana. Dorongan ke Gibran untuk menjadi pendamping Prabowo Subianto, menjadi pencetusnya.

Saya tidak akan memilih Prabowo Subianto sebagai Capres 2024 mendatang. Saya tidak  akan memilih capres yang pernah mengatakan "2030 indonesia bubar". Saya tidak memilih Cawapres yang baru dua tahun menjabat walikota.

Saya telah memantapkan hati memilih mantan gubernur dua periode yang didampingi pendekar hukum yang lurus dan tegas. Hitam putih. Ganjar Pranowo - Mahfud MD.

Tapi -  saya juga menolak untuk marah marah dan kecewa pada Jokowi. Saya menolak marah pada presiden yang mengubah pandangan dunia pada Indonesia, 10 tahun terakhir.

Jika Jokowi berubah sikap dan arah tentu ada alasannya. Sejauh ini masih misteri. Ada yang tersembunyi.

Hal lebih utama : apakah Jokowi meninggalkan rakyat? Mengkhianati rakyat?  

Jokowi meninggalkan elite pendukungnya,  iya. Tapi meninggalkan rakyat tidak.

Setidaknya, belum.

Saya ingin mengutip ucapan Marcus Tullius Cicero atau Cicero (106 SM - 45 SM), filsuf Romawi, yang pernah disampaikan Menko Polhukham Mahfud MD : “Salus populi suprema lex esto”, keselamatan rakyat, keselamatan negara lebih tinggi dari konstitusi.

Demi menyelamatkan negara, kalau perlu langgar konstitusi,  katanya.

Keselamatan rakyat ya, keselamatan negara. Bukan keselamatan para elite partai. ***


[Ikuti Merahputihterkini.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar