Hukrim

JAM-Pidum Kejagung Menyetujui 9 Pengajuan Restorative Justice

Dr. Fadil Zumhana (Dok. Kejagung)

JAKARTA - Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 9 dari 10 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice).

Kapuspenkum Kejagung Dr. Ketut Sumedana SH.MH., saat siaran pers Kamis (19/1/2023) menyampaikan ke awak media adapun  9 restorative justice tersebut yaitu:

Tersangka DENNY AGUS SAPUTRA bin AGUS SUDARMANTO dari Kejaksaan Negeri Sukoharjo yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Tersangka ASSUL alias ASSUL bin SALIB dari Kejaksaan Negeri Polewali Mandar yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

Tersangka I ALFARABY NUGRAHA SAPUTRA R. alias ABI bin RUSDI GAFUR dan Tersangka II RANGGA FAIRUS ILMA alias ANGGA bin ISMAIL ANDI DJAELANI dari Kejaksaan Negeri Bulukumba yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka DODIK PERMANA alias DODI bin KAMID RAIDI dari Kejaksaan Negeri Sidenreng Rappang yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka I AHMAD HARIANTO NUR bin RISMANTO DG SILA, Tersangka II RAHMAT bin USMAN DG. NGGALI, Tersangka III IRHAM bin ABD HAKIM DG RANGKA, dan Tersangka IV JUMADI bin MAPPASOMBA DG. NGOPA dari Kejaksaan Negeri Takalar yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Tersangka HAMZAH S.AG DG TEMBA bin DG LALO dari Kejaksaan Negeri Takalar yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Tersangka WAHYUKI alias UKKI bin BAKRI dari Kejaksaan Negeri Parepare yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Pengancaman.

Tersangka TOMITIUS MEYANU dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Aru yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) jo. Pasal 5 huruf (a) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Tersangka I KADEK SLAMET SAPUTRA alias KADEK dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

Tersangka belum pernah dihukum;

Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

Pertimbangan sosiologis;

Masyarakat merespon positif.

Lanjut Kapuspenkum Kejagung, Sementara berkas perkara atas nama Tersangka SANDI BAJENETI alias SANDI dari Kejaksaan Negeri Boalemo yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan, tidak dikabulkan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dikarenakan perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. "Sumber: Puspenkum Kejagung". (ded)


[Ikuti Merahputihterkini.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar